Penelitian Lapangan
KEBIJAKAN
PEMERINTAH INDRAMAYU DALAM UPAYA
MENGATASI DAN MEMBERIKAN PERLINDUNGAN TERHADAP TKI
(STUDY KASUS TKI INDRAMAYU)
Dosen :
Dr.Siti Fatimah.M.Hum
Oleh :
MOH MAHFUDIN
Kementriana Agama Republik Indonesia
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI SYEKH NURJATI CIREBON
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kasus Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri adalah masalah
aktual selalu sering
diperbincangkan. Sepanjang tahun
pemerintah Indonesia harus dipusingkan dengan permasalahan TKI. Selain itu, pemerintah juga bermasalah dengan negara-negara seperti
Malaysia dan Singapura karena kasus-kasus
kekerasan yang diterima oleh TKI.
Namun tetap tidak ada solusi dan
kebijakan yang tepat sasaran dan mampu mengatasi permasalahan TKI ini. Setiap
kebijakan yang dikeluarkan pemerintah menuai protes dari banyak kalangan
aktivis perempuan, akademisi dan pemerhati TKI. Sehingga seolah kebijakan yang sudah ada mengambang begitu saja tanpa
tindak lanjut, sementara nasib para TKW semakin tragis dan terkesan dibiarkan[1].
Ada beberapa alasan mengapa saya mengambil judul penelitian ini. Pertama,
makin maraknya kasus kekerasan yang diterima oleh para TKI dan selalu menjadi
sorotan media. Kedua, belum adanya kebijakan pemerintah yang mampu untuk
melindungi para TKI yang bekerja di luar negeri.
Kesenjangan sosial bisa jadi muncul sebagai akibat dari nilai-nilai
budaya yang dianut oleh kelompok orang itu sendiri. Akibatnya, nilai-nilai
tertentu masyarakat yang tidak terintegrasi dengan masyarakat luas, seperti
apatis, cenderung menyerah pada nasib, tidak mempunyai daya juang, dan tidak
mempunyai orientasi kehidupan masa depan. Bisa dikatakan, bahwa kesenjangan sosial muncul bukan karena ketidak
mampuan seseorang untuk bekerja, tetapi karena ada hambatan-hambatan atau
tekanan struktural. Kesenjangan ini merupakan salah satu penyebab munculnya
kemiskinan Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa penyebab miskinnya
keluarga-keluarga di Indonesia adalah karena faktor kemiskinan struktural. Sempitnya peluang
mereka untuk mendapatkan akses kerja menyebabkan perempuan dalam keluarga harus
menerima resiko menjadi tulang punggung keluarga. Sehingga merebaklah
perempuan-perempuan yang membulatkan dirinya untuk bekerja di luar negeri[2].
Padahal, secara kualitas, mereka tidak mempunyai skill apapun, kecuali
sebagai pekerja kasar dan pembantu rumah tangga. Keterbatasan lapangan
pekerjaan membuat arus urban dan migrant semakin tinggi di Indonesia, karena di
wilayah asal mereka yaitu pedesaan, mereka tidak bisa mendapatkan nafkah lebih.[3]
Hal ini disebabkan wilayah
pertanian, hasilnya tidak bisa dinikmati secara langsung dan continue. Harus
menunggu dalam waktu lama untuk mereka bisa menikmati panennya.
Ditambah lagi, masuknya teknologi pertanian ke pedesaan membuat para
buruh tani kehilangan mata pencaharian. Sehingga mau tidak mau mereka harus
punya pendapatan lain atau membebankan nafkah keluarga kepada anggota keluarga
lain yang sekiranya dianggap mampu. Ironisnya, perempuan justru menjadi penanggung
beban keluarga yang baru, prosentasenya mencapai angka 12, 73 % tahun 2001.
Kondisi ini
menyebabkan para perempuan membulatkan dirinya untuk bekerja ke luar negeri.
Karena mereka tidak mempunyai skill khusus, maka mayoritas para perempuan ini
hanya bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Bagi mereka, pekerjaan ini akan
mendatangkan uang banyak dalam waktu singkat. Karena gaji yang akan mereka
terima lebih dari 2 juta rupiah per bulan. Melebihi gaji seorang sarjana bahwa
pegawai negeri sipil di Indonesia.
B. Identifikasi Masalah
Ada beberapa masalah
yang terkait dengan masalah perlindungan TKI Indramayu , diantaranya adalah
mengenai permasalahan kurangnya kebijakan pemerintah dalam masalah penanganan
kekerasan TKI, selain itu juga kurangnya landasan hukum yang mengatur mengenai
perlindungan TKI. Tidak hanya itu, pemerintah juga terkesan lambat dan
mengabaikan sejumlah kasus yang telah menimpa para TKI tersebut.
C. Pembatasan Masalah
Pada penelitian kali
ini, saya akan memfokuskan penelitian saya terhadap masalah kebijakan
pemerintah terhadap penanganan dan permasalahan kasus TKI, baik yang telah
maupun yang masih dalam bentuk tahap rancangan. Karena kebijakan ini merupakan
hal yang vital dalam upaya perlindungan terhadap para TKI
Pendekatan yang dipakai untuk menganalisis masalah TKW dalam makalah ini
adalah dengan system blame approach. Kenapa dipilih melalui pendekatan
ini karena memang ini yang paling tepat untuk digunakan sebagai alat analisis.
Ujung dari setiap alasan pekerja Indonesia bekerja di luar negeri adalah faktor ekonomi. Keluarga yang
tak mampu lagi memberi nafkah. Ini tidak termasuk dalam wilayah person, karena
mereka menjadi miskin bukan karena mereka malas bekerja atau karena budaya
kemiskinan, tapi lebih karena mereka tidak punya akses untuk mendapatkan
peluang-peluang kerja.
D. Perumusan Masalah
Ada beberapa masalah
yang akan saya bahas di penelitian ini, diantaranya:
a.
Bagaimana kehidupan
obyektif TKI indramayu?
b.
Bagaimana kebijakan dan upaya pemerintah dalam
menangani kasus TKI di indramayu?
E. Definisi Operasional
Sesuai dengan judul
yang penulis ambil yaitu: “Kebijakan Pemerintah Indramayu Dalam Upaya Mengatasi
dan Memberikan Perlindungan Terhadap TKI
Study Kasus TKI Indramayu” terdapat definisi operasional, yaitu :
-Tenaga Kerja Indonesia adalah tenaga kerja
dari Indonesia yang bekerja diluar negeri, yang biasanya dikaitkan dengan
buruh.
F. Tujuan dan Kegunaan
Penelitian
Suatu kegiatan yang dilakukan pada dasarnya memiliki tujuan dan kegunaan
tertentu. Tujuan dari penelitian ini adalah :
a.
Untuk mengetahui kehidupan
yang sebenarnya yang di alami oleh para TKI
b.
Untuk mengetahui upaya-upaya
dan kebijakan yang ditempuh oleh
pemerintah Indonesia ntuk mengatasi kasus kekerasan terhadap TKI
BAB II
TENAGA
KERJA INDONESIA
Pertumbuhan
penduduk yang besar, pesebaran penduduk yang tidak merata dan minimalnya
lapangan pekerjaan dan tingginya gaji serta fasilitas yang dijanjikan
menyebabkan munculnya fenomena migrasi tenaga kerja, selanjutnya para pekerja
ini dikenalkan dengan istilah pekerja migran. Di Indonesia pengertian
ini merunjuk pada Tenaga Kerja Indonesia (TKI) baik laki-laki maupun perempuan
yang tersebar dibeberapa negara. Pengiriman TKI Indonesia masih berlangsung ke
negara-negara ekonomi maju di sekitar Asia seperti Taiwan, Singapura, Brunei,
Korea, jepang, dan Malaysia[4]. Dan
juga ke negara Arab. Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di lakukan
dikarenakan permintaan yang tinggi dari negara-negara tujuan tersebut juga
disebabkan beberapa hal, yaitu sempitnya lapangan pekerjaan di Indonesia dan
juga besarnya gaji yang dijanjikan.
Penempatan tenaga kerja
Indonesia ke luar negeri merupakan program nasional dalam upaya peningkatkan
kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya serta pengembangan kualitas sumber
daya manusia. Penempatan tenaga kerja ke luar dapat dilakukan dengan
memanfaatkan pasar kerja internasional melalui peningkatan kualitas kompetensi
tenaga kerja disertai dengan perlindungan yang optimal sejak sebelum
keberangkatan, selama bekerja di luar negeri sampai tiba kembali ke Indonesia.
Menurut pasal 1 UU no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang dimaksud
dengan tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun
untuk masyarakat. Tiap tenaga kerja berhak atas pekerjaan dan penghasilan yang
layak bagi kemanusiaan, selanjutnya dijelaskan dalam pasal 4 bahwa pemerintah
mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai
dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah[5].
Pemerintah mengatur
penyediaan tenaga kerja dalam kualitas dan kuantitas yang memadai, serta
mengatur penyebaran tenaga kerja sedemikian rupa sehingga memberi dorongan
kearah penyebaran tenaga kerja yang efisien dan efektif, pemerintah juga
mengatur penggunaan tenaga kerja secara penuh dan produktif untuk mencapai
kemanfaatan yang sebesar-besarnya dengan menggunakan prinsip tenaga kerja yang
tepat pada pekerjaan yang tepat.
Permasalahan-permasalahan
yang terjadi menyangkut pengiriman TKI keluar negeri terutama tentang
ketidaksesuaian antara yang diperjanjikan dengan kenyataan, serta adanya
kesewenangan pihak majikan dalam memperkerjakan TKI. Selain itu sering terjadi penangkapan dan penghukuman TKI yang dikarenakan
ketidaklengkapan dokumen kerja (TKI ilegal). Hal-hal ini menimbulkan ketegangan
antara pihak pemerintah dengan negara-negara tujuan TKI tersebut dan apabila
didiamkan akan menimbulkan terganggunya hubungan bilateral kedua negara.
Bukan hanya masalah
yang disebabkan karena faktor dari negara penerima saja yang banyak melanggar
hak dari para TKI, akan tetapi masalah-masalah TKI juga dikarenakan faktor dari
para calon TKI itu sendiri. Salah satu contoh seperti kurangnya kesadaran bahwa
menjadi TKI ilegal tidak memiliki perlindungan hukum. Permasalahan ini
menyebabkan banyaknya tindak kejahatan terhadap TKI seperti pelanggaran HAM,
pemerkosaan, dan pemotongan gaji oleh majikan. Dalam hal ini pemerintah
berkewajiban melindungi para TKI dari permasalahanpermasalahan tersebut seperti
yang telah tercantum dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi RI
yang dimana pemerintah wajib memberikan perlindungan kepada TKI sebelum
keberangkatan sampai pulang kembali ke Indonesia[6]
Kondisi kerja yang
buruk dan beragam kasus yang diterima oleh para TKI di luar negeri pada
dasarnya berakar pada kondisi dalam negeri. Kondisi di dalam negeri ini bisa
ditelusuri dari kebijakan dan sistem migrasi tenaga kerja ke luar negeri.
Kondisi kebijakan dan sistem migrasi tenaga kerja yang dibuat oleh pemerintah
Indonesia sendiri tidak mendukung bagi terwujudnya perlindungan efektif bagi
para TKI. Sebab, kebijakan dan sistem itu lebih banyak mengatur soal bisnis
penempatan tenaga kerja ke luar negeri[7] .
Sejak semakin banyaknya tenaga kerja yang dikirim
ke luar negeri dan semakin banyak
masalah yang dihadapi semua pihak, baik para TKI itu sendiri, pemerintah,
maupun pelaku bisnis penempatan para TKI, sampai saat ini telah diabsahkan tak
sedikit lembar-lembar kebijakan publik yang mengamanatkan pengelolaan migrasi
tenaga kerja ke luar negeri. Kebijakan publik itu
sesungguhnya diabsahkan untuk mengatur urusan penempatan kerja lebih dari pada
perlindungan para buruh itu sendiri. Tengara yang paling dominan banyak diacu
publik, baik pemerintah sendiri, kalangan bisnis ekspor tenaga kerja maupun
masyarakat, mengarah kepada Undang-Undang[8]
No.39/2004 yang bertajuk ‘penempatan perlindungan tenaga kerja Indonesia’ dan
semua peraturan lain yang kemudian diterbitkan oleh pemerintah untuk
menjelaskan UU 39/2004 itu (meskipun masih banyak juga sisa pekerjaan yang
sifatnya krusial tapi belum diselesaikan). Undang-Undang inilah yang kiranya
merupakan titik putar utama dari kebijakan migrasi dari TKI.
Sejarah perlindungan
hukum terhadap TKI dimulai ketika pada tahun 1969
pemerintah mengerluarkan kebijakan tentang penempatan TKI luar negeri yang
dilaksanakan oleh departemen perburuhan dengan dikeluarkannya PP No.4 Tahun
1970 tentang program Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) dan Antar Kerja Antar
Negara (AKAN) maka penempatan TKI di luar negeri mulai melibatkan pihak swasta. Dalam upaya
perlindungan TKI pemerintah telah membentuk Badan Koordinasi Penempatan TKI
(BKPTKI) tanggal 16 April 1999 melalui Kepres No.29 tahun 1999. BPTKI terdiri
dari 9 Instansi terkait. Pada tahun 2004 pemerintah telah menerbitkan UU No.39 tentang penempatan
dan perlindungan TKI di luar negeri, pasal 5 UU meyatakan : Pemerintah bertugas
mengatur, membina, melaksanakan dan mengawasi penyelenggaraaan, penempatan dan
perlindungan TKI di luar negeri.
Dengan terbitnya UU
No.39 pasal 5 tahun 2004, maka penempatan TKI di luar negeri tidak saja
dilakukan oleh swasta, tetapi juga oleh pemerintah. Dengan demikian dari sisi
pengurusan dan penempatan TKI luar negeri semakin lancar dan baik. Hal ini
membuat jumlah TKI yang bekerja di luar negeri semakin banyak. Dalam menangani kasus kekerasan terhadap TKI, Indonesia juga mengadakan
kerjasama-kerjasama dengan negara-negara yang mempekerjakan tenaga kerja
Indonesia, misalnya mengenai perjanjian TKI antara Indonesia dengan Saudi
Arabia dan Malaysia.
BAB III
HASIL PENELITIAN
A.
Kehidupan TKI
Data Pusat Penelitian dan Pengembangan
Informasi (Puslitfo) BNP2TKI menyebutkan jumlah TKI asal Indramayu, Jawa Barat,
yang berangkat ke luar negeri selama tiga tahun berturut-turut sebanyak 80.015,
yaitu 2011 (29.966 orang), kemudian 2012
(28.524 orang), dan pada 2013 (21.525 orang)[9].
Tentang kenyataan hidup TKI di luar negeri itu walaupun
gaji nya besar tapi kerjanya berat kira-kira 90% TKI yang bekerja di negara nan
jauh di sana mungkin bertemu majikan baik dan hidup sejahtera dan bisa
menabung, kira-kira 10% nasibnya malang dan bertemu berbagai masalah, dan akan
"dibuang" kasus TKI tersebut ke depnaker dan diurus oleh depnaker
negara setempat. Kasus
"berat" yang saya tangani perbulan
di Depnaker Taiwankira2 10-40 kasus TKI, rata2 70% masalah karenadipotong
gajinya oleh agency Taiwan atau agency
Indonesia. ada
sisi pandang yang berbeda dari agency tenaga kerja yang selalu kasih mimpi
muluk ke anak-anak desa untuk jadi pahlawan valas alias TKI[10].
Dan dengan disengaja memberi contoh kasus yang paling "parah" agar
gambaranya jelas dan kontras. Setelah TKI bekerja di luar negeri, biasanya
agency Indonesia angkat tangan karena tidak bisa ganggu gugat dengan partner
nya yang agency , dan akhirnya kalau ada TKI bermasalah seperti dipotong uang
oleh majikan atau agency, atau dipukul or diperkosa
akhirnya semua
masalah akan diurus oleh depnaker dan
agency buang muka dan tak tah
bagaimana cara
menyelesaikan kasus2 berat tersebut.
TKI
(Tenaga Kerja Indonesia) sering disebut2 oleh para pejabat sebagai pahlawan
valuta asing, dan memang kenyataannya TKI sepertinya adalah "aset
ekspor" terbesar Indonesia untuk mendapatkan valas.
Kisah pilu itu dialami Najibah Umur 25 warga Blok Madrasah, RW 2, Desa Linggajati,
Kecamatan Arahan kabupaten Indramayu.Bekerja sebagai pembantu rumah tangga
selama tujuh bulan di Arab Saudi, Najibah kembalike kampungnya dalam keadaan
sakit dan mengalami luka. Dia
mengalami penyiksaan di sekujur tubuhnya.
Saat ini, perempuan tersebut tergolek lemah tak berdaya di RSUD
Indramayu. Tubuhnya kurus kering, perutnya membuncit, kakinya membengkak, dan
ada beberapa bekas luka di wajah maupun badan akibat penyiksaan.Najibah diinjak-injak
oleh majikannya.Tangan, kaki, dan jemarinya diinjak-injak.Giginya lepas dua.
Tulang rusuknya juga patah karena diinjak. Wajahnya pun sempatdisetrika sama
majikannya,
Darmi pun menunjukkan hasil rontgen yang menunjukkan bagian-bagian tulang rusuk Najibah yang patah.
Darmi pun menunjukkan hasil rontgen yang menunjukkan bagian-bagian tulang rusuk Najibah yang patah.
Tak hanya disiksa, lanjut Darmi, Najibah juga tidak mendapat gaji
secara penuh. Selama tujuh bulan bekerja di Saudi Arabia, gaji yang diterimanya
hanya satu bulan.
Darmi menuturkan, sebelum masuk ke RSUD Indramayu pada Kamis Najibah sempat dirawat di sebuah rumah sakit di Jakarta sekitar sebulan. Namun, Najibah meminta untuk pulang ke Indramayu meski belum sembuh[11].
Darmi menuturkan, sebelum masuk ke RSUD Indramayu pada Kamis Najibah sempat dirawat di sebuah rumah sakit di Jakarta sekitar sebulan. Namun, Najibah meminta untuk pulang ke Indramayu meski belum sembuh[11].
B.
Upaya dan kebijakan Pemerintah
Ada beberapa upaya
dalam mengatasi masalah kurangnya perlindungan terhadap para TKI yang bekerja
di luar negeri diantaranya :[12]
A.
.Dari segi sumber daya
manusia (SDM) :
Menciptakan SDM yang unggul dengan memperbaiki
faktor kesehatan sejakdari kandungan,
anak-anak, remaja dan orang dewasa.
Menciptakan lapangan kerja dengan
menitikberatkan pada pengembanganpasar domestic, agar ada alternative lain
selain mencari pekerjaan keluar negeri.
b. Dari segi peraturan pemerintah
:
- Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang PPTKLN perlu
direvisi yang lebih berprespektif perlindungan.
- Bila masih belum memungkinkan paling tidak peraturan
pelaksananya agar dilengkapi untuk mendukung dan mempermudah implementasi pelaksanaannya.
- Perlu dirumuskan mekanisme yang jelas dan tegas dalam
pengawasan perlindungan TKI.
- Menindak tegas kepada pihak-pihak yang memeras/pungli
terhadap TKI.
`
c. Pra Penempatan
- Perlu sosialisasi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007
tentang PTPPO ke kantong-kantong TKI secara lebih intensif, perlu
melibatkanorganisasi perempuan hingga tingkat paling bawah, yang
lebihmengetahui keadaan lapangan dan dapat mendampingi sertasosialisasi hak-hak
TKI dan melibatkan badan PP dan KB di tingkatProvinsi/Kabupaten/Kotab.
- Pelanggaran pada BLK PPTKIS, perlu dicari terobosan agar
dapatmemperbanyak pengawas ketenagakerjaan yang professional dankredibelc.
- Penguatan jejaring melalui forum perlindungan TKI yang
melibatkan seluruh pemangku kepentingan baik pemerintah, dunia usahamaupun elemen
masyarakat.
- Penampungan di PPTKIS, harus menyediakan tempat
penampungan yang lebih memadai dan manusiawi sesuai standar yang
disyaratkanPermennaker Nomor R-07/Men/IV/200.
- Perlu dilakukan percepatan proses dokumen untuk pemberangkatan di PPTKIS agar
TKI tidak menunggu terlalu lama sehingga menumpuk di penampungan.
- Asuransi TKI, perlu dilakukan sosialisasi tentang hak TKI perempuan tentang asuransi, polis asuransi seharusnya
bersifat personal bukan kolektif.
d. Penempatan
-Perlu dilakukan percepatan proses dokumen baik di KBRI/KJRI agarTKI
tidak menunggu terlalu lama sehingga menumpuk dipenampungan, disamping itu
perlu dipikirkan perluasan shelter sesuai dengan daya tamping.
-Paspor sebaiknya disimpan di KBRI/KJRI, sedangkan TKI diberikan identitas (ID card) sebagai pengganti paspor,
masalah paspor perlu dimasukkan dalam MOU dengan Negara tujuan penempatan TKI.
-Perlu dibangun sekolah-sekolah berasrama diperbatasan untuk menampung anak-anak TKI, karena dengan membangun sekolah diperbatasan lebih
menguntungkan yaitu: anak didik mendapatkan pelajaran cinta tanah air, dan asetnya tetap milik Pemerintah Indonesia.
D.
Hipotesa
Berdasarkan hasil penelitian diatas, dapat ditarik hipotesa bahwa alasan
utama para TKI ingin bekerja di luar negeri adalah faktor kemiskinan.
Kemiskinan sendiri merupakan produk dari akibat adanya kesenjangan sosial dalam
masyarakat. Maka karena itulah untuk memperoleh penghasilan yang mencukupi
mereka mencoba peruntungan dengan bekerja di luar negeri. Sementara itu,
pemerintah sendiri cenderung kurang tanggap mengenai keadaan para TKI di luar
negeri, meskipun pemerintah dapat dikatakan sudah berupaya maksimal namun tetap
saja sejumlah kasus-kasus kekerasan terhadap para TKI kerap bermunculan.
BAB IV
PENUTUP
A. Rangkuman
Kasus kekerasan
terhadap para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) merupakan kasus yang sering
diperbincangkan ditengah masyarakat. Hampir sepanjang tahun, sejumlah
permasalahan-permasalahan mengenai TKI terus bermunculan. Namun, pemerintah
nampaknya belum menunjukkan atau memperlihatkan solusi yang pas untuk
menyelesaikan masalah ini. Sejumlah permasalahan seperti kurangnya bentuk hukum
yang mengatur mengenai permsalahan TKI, dan pemerintah sendiri terlihat tidak
terlalu serius dalam hal ini. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah system blame
approach.
B. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kemiskinan
merupakan faktor utama seseorang untuk bekerja menjadi TKI Indramayu diluar negeri. Terutama dengan diiming-imingi
gaji yang lumayan besar. Namun, hal ini kemudian menjadi sebuah permasalahan
ketika gaji para TKI tidak dibayarkan serta menerima perlakuan yang tidak
sepantasnya. Untuk itulah diperlukan peran pemerintah Indonesia dalam menangani
kasus-kasus tersebut. Selain itu juga, Indonesia juga telah menandatangani
peraturan mengenai ketenagakerjaan, diantaranya dengan Malaysia dan Saudi
Arabia.
C. Saran
Selama beberapa tahun
belakangan, kasus penganiayaan terhadap TKI terus meningkat. Pemerintah
Indonesia dinilai tidak berhasil memberikan perlindungan terhadap para TKI yang
bekerja di luar negeri. Oleh karena itu
pemerintah, sebagai pengayom masyarakat diharapkan mampu mempercepat
tindakannya sebelum sejumlah kasus-kasus cukup fatal terjadi. Selain itu,
pemerintah juga harus memperbanyak landasan hukum sebagai acuan dalam
menyelesaikan permasalahan TKI tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Atase Tenaga Kerja dan
Perlindungan TKI.Jakarta: The Institute of Ecosoc Right 2010.
Wawa, Jannes
Eudes.2005.Ironi Pahlawan Devisa. Jakarta: Kompas Group
Kementerian Pendidikan Nasional. 2011. Pendidikan Kecakapan Hidup
bagi Pemuda Usia Produktif, APBNP.
Http
// Www.BPN2TKI.Com
[2] Kementerian Pendidikan Nasional. 2011. Pendidikan
Kecakapan Hidup bagi Pemuda Usia Produktif, APBNP.
[3] Ibid, Hal 22
[7] http://trieasmayaade.blogspot.com
[11] Wawancara mantan TKI Suminah 37
Thn hari minggu 14 Des 2014 pukul 10.30 di cangkingan indramayu,