Selasa, 30 Oktober 2018


Penelitian Lapangan
KEBIJAKAN PEMERINTAH INDRAMAYU DALAM UPAYA MENGATASI DAN MEMBERIKAN PERLINDUNGAN TERHADAP TKI
(STUDY KASUS TKI INDRAMAYU)
Dosen :
Dr.Siti Fatimah.M.Hum

Oleh :
MOH MAHFUDIN


Kementriana Agama Republik Indonesia
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI SYEKH NURJATI CIREBON






BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kasus Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri adalah masalah aktual selalu sering diperbincangkan. Sepanjang tahun pemerintah Indonesia harus dipusingkan dengan permasalahan TKI. Selain itu, pemerintah juga bermasalah dengan negara-negara seperti Malaysia dan Singapura karena kasus-kasus kekerasan yang diterima oleh TKI. Namun tetap tidak ada solusi dan kebijakan yang tepat sasaran dan mampu mengatasi permasalahan TKI ini. Setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah menuai protes dari banyak kalangan aktivis perempuan, akademisi dan pemerhati TKI. Sehingga seolah kebijakan yang sudah ada mengambang begitu saja tanpa tindak lanjut, sementara nasib para TKW semakin tragis dan terkesan dibiarkan[1].
Ada beberapa alasan mengapa saya mengambil judul penelitian ini. Pertama, makin maraknya kasus kekerasan yang diterima oleh para TKI dan selalu menjadi sorotan media. Kedua, belum adanya kebijakan pemerintah yang mampu untuk melindungi para TKI yang bekerja di luar negeri.

Kesenjangan sosial bisa jadi muncul sebagai akibat dari nilai-nilai budaya yang dianut oleh kelompok orang itu sendiri. Akibatnya, nilai-nilai tertentu masyarakat yang tidak terintegrasi dengan masyarakat luas, seperti apatis, cenderung menyerah pada nasib, tidak mempunyai daya juang, dan tidak mempunyai orientasi kehidupan masa depan. Bisa dikatakan, bahwa kesenjangan sosial muncul bukan karena ketidak mampuan seseorang untuk bekerja, tetapi karena ada hambatan-hambatan atau tekanan struktural. Kesenjangan ini merupakan salah satu penyebab munculnya kemiskinan Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa penyebab miskinnya keluarga-keluarga di Indonesia adalah karena faktor kemiskinan struktural. Sempitnya peluang mereka untuk mendapatkan akses kerja menyebabkan perempuan dalam keluarga harus menerima resiko menjadi tulang punggung keluarga. Sehingga merebaklah perempuan-perempuan yang membulatkan dirinya untuk bekerja di luar negeri[2].
Padahal, secara kualitas, mereka tidak mempunyai skill apapun, kecuali sebagai pekerja kasar dan pembantu rumah tangga. Keterbatasan lapangan pekerjaan membuat arus urban dan migrant semakin tinggi di Indonesia, karena di wilayah asal mereka yaitu pedesaan, mereka tidak bisa mendapatkan nafkah lebih.[3]
 Hal ini disebabkan wilayah pertanian, hasilnya tidak bisa dinikmati secara langsung dan continue. Harus menunggu dalam waktu lama untuk mereka bisa menikmati panennya.

Ditambah lagi, masuknya teknologi pertanian ke pedesaan membuat para buruh tani kehilangan mata pencaharian. Sehingga mau tidak mau mereka harus punya pendapatan lain atau membebankan nafkah keluarga kepada anggota keluarga lain yang sekiranya dianggap mampu. Ironisnya, perempuan justru menjadi penanggung beban keluarga yang baru, prosentasenya mencapai angka 12, 73 % tahun 2001.

Kondisi ini menyebabkan para perempuan membulatkan dirinya untuk bekerja ke luar negeri. Karena mereka tidak mempunyai skill khusus, maka mayoritas para perempuan ini hanya bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Bagi mereka, pekerjaan ini akan mendatangkan uang banyak dalam waktu singkat. Karena gaji yang akan mereka terima lebih dari 2 juta rupiah per bulan. Melebihi gaji seorang sarjana bahwa pegawai negeri sipil di Indonesia.
B.     Identifikasi Masalah
Ada beberapa masalah yang terkait dengan masalah perlindungan TKI Indramayu , diantaranya adalah mengenai permasalahan kurangnya kebijakan pemerintah dalam masalah penanganan kekerasan TKI, selain itu juga kurangnya landasan hukum yang mengatur mengenai perlindungan TKI. Tidak hanya itu, pemerintah juga terkesan lambat dan mengabaikan sejumlah kasus yang telah menimpa para TKI tersebut.

C.    Pembatasan Masalah
Pada penelitian kali ini, saya akan memfokuskan penelitian saya terhadap masalah kebijakan pemerintah terhadap penanganan dan permasalahan kasus TKI, baik yang telah maupun yang masih dalam bentuk tahap rancangan. Karena kebijakan ini merupakan hal yang vital dalam upaya perlindungan terhadap para TKI
Pendekatan yang dipakai untuk menganalisis masalah TKW dalam makalah ini adalah dengan system blame approach. Kenapa dipilih melalui pendekatan ini karena memang ini yang paling tepat untuk digunakan sebagai alat analisis. Ujung dari setiap alasan pekerja Indonesia bekerja di luar negeri adalah faktor ekonomi. Keluarga yang tak mampu lagi memberi nafkah. Ini tidak termasuk dalam wilayah person, karena mereka menjadi miskin bukan karena mereka malas bekerja atau karena budaya kemiskinan, tapi lebih karena mereka tidak punya akses untuk mendapatkan peluang-peluang kerja.
D.  Perumusan Masalah
Ada beberapa masalah yang akan saya bahas di penelitian ini, diantaranya:
a.        Bagaimana kehidupan obyektif TKI indramayu?
b.       Bagaimana kebijakan dan upaya pemerintah dalam menangani kasus TKI  di indramayu?
E.     Definisi Operasional
Sesuai dengan judul yang penulis ambil yaitu: “Kebijakan Pemerintah Indramayu Dalam Upaya Mengatasi dan Memberikan Perlindungan Terhadap TKI Study Kasus TKI Indramayuterdapat definisi operasional, yaitu :
-Tenaga Kerja Indonesia adalah tenaga kerja dari Indonesia yang bekerja diluar negeri, yang biasanya dikaitkan dengan buruh.



F.     Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Suatu kegiatan yang dilakukan pada dasarnya memiliki tujuan dan kegunaan tertentu. Tujuan dari penelitian ini adalah :
a.       Untuk mengetahui kehidupan yang sebenarnya yang di alami oleh para TKI
b.      Untuk mengetahui upaya-upaya dan kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah Indonesia ntuk mengatasi kasus kekerasan terhadap TKI











BAB II
TENAGA KERJA INDONESIA
Pertumbuhan penduduk yang besar, pesebaran penduduk yang tidak merata dan minimalnya lapangan pekerjaan dan tingginya gaji serta fasilitas yang dijanjikan menyebabkan munculnya fenomena migrasi tenaga kerja, selanjutnya para pekerja ini dikenalkan dengan istilah pekerja migran. Di Indonesia pengertian ini merunjuk pada Tenaga Kerja Indonesia (TKI) baik laki-laki maupun perempuan yang tersebar dibeberapa negara. Pengiriman TKI Indonesia masih berlangsung ke negara-negara ekonomi maju di sekitar Asia seperti Taiwan, Singapura, Brunei, Korea, jepang, dan Malaysia[4]. Dan juga ke negara Arab. Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di lakukan dikarenakan permintaan yang tinggi dari negara-negara tujuan tersebut juga disebabkan beberapa hal, yaitu sempitnya lapangan pekerjaan di Indonesia dan juga besarnya gaji yang dijanjikan.
Penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri merupakan program nasional dalam upaya peningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya serta pengembangan kualitas sumber daya manusia. Penempatan tenaga kerja ke luar dapat dilakukan dengan memanfaatkan pasar kerja internasional melalui peningkatan kualitas kompetensi tenaga kerja disertai dengan perlindungan yang optimal sejak sebelum keberangkatan, selama bekerja di luar negeri sampai tiba kembali ke Indonesia. Menurut pasal 1 UU no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang dimaksud dengan tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Tiap tenaga kerja berhak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan, selanjutnya dijelaskan dalam pasal 4 bahwa pemerintah mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah[5].
Pemerintah mengatur penyediaan tenaga kerja dalam kualitas dan kuantitas yang memadai, serta mengatur penyebaran tenaga kerja sedemikian rupa sehingga memberi dorongan kearah penyebaran tenaga kerja yang efisien dan efektif, pemerintah juga mengatur penggunaan tenaga kerja secara penuh dan produktif untuk mencapai kemanfaatan yang sebesar-besarnya dengan menggunakan prinsip tenaga kerja yang tepat pada pekerjaan yang tepat.

Permasalahan-permasalahan yang terjadi menyangkut pengiriman TKI keluar negeri terutama tentang ketidaksesuaian antara yang diperjanjikan dengan kenyataan, serta adanya kesewenangan pihak majikan dalam memperkerjakan TKI. Selain itu sering terjadi penangkapan dan penghukuman TKI yang dikarenakan ketidaklengkapan dokumen kerja (TKI ilegal). Hal-hal ini menimbulkan ketegangan antara pihak pemerintah dengan negara-negara tujuan TKI tersebut dan apabila didiamkan akan menimbulkan terganggunya hubungan bilateral kedua negara.
Bukan hanya masalah yang disebabkan karena faktor dari negara penerima saja yang banyak melanggar hak dari para TKI, akan tetapi masalah-masalah TKI juga dikarenakan faktor dari para calon TKI itu sendiri. Salah satu contoh seperti kurangnya kesadaran bahwa menjadi TKI ilegal tidak memiliki perlindungan hukum. Permasalahan ini menyebabkan banyaknya tindak kejahatan terhadap TKI seperti pelanggaran HAM, pemerkosaan, dan pemotongan gaji oleh majikan. Dalam hal ini pemerintah berkewajiban melindungi para TKI dari permasalahanpermasalahan tersebut seperti yang telah tercantum dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi RI yang dimana pemerintah wajib memberikan perlindungan kepada TKI sebelum keberangkatan sampai pulang kembali ke Indonesia[6]
Kondisi kerja yang buruk dan beragam kasus yang diterima oleh para TKI di luar negeri pada dasarnya berakar pada kondisi dalam negeri. Kondisi di dalam negeri ini bisa ditelusuri dari kebijakan dan sistem migrasi tenaga kerja ke luar negeri. Kondisi kebijakan dan sistem migrasi tenaga kerja yang dibuat oleh pemerintah Indonesia sendiri tidak mendukung bagi terwujudnya perlindungan efektif bagi para TKI. Sebab, kebijakan dan sistem itu lebih banyak mengatur soal bisnis penempatan tenaga kerja ke luar negeri[7] .
Sejak semakin banyaknya tenaga kerja yang dikirim ke luar negeri  dan semakin banyak masalah yang dihadapi semua pihak, baik para TKI itu sendiri, pemerintah, maupun pelaku bisnis penempatan para TKI, sampai saat ini telah diabsahkan tak sedikit lembar-lembar kebijakan publik yang mengamanatkan pengelolaan migrasi tenaga kerja ke luar negeri. Kebijakan publik itu sesungguhnya diabsahkan untuk mengatur urusan penempatan kerja lebih dari pada perlindungan para buruh itu sendiri. Tengara yang paling dominan banyak diacu publik, baik pemerintah sendiri, kalangan bisnis ekspor tenaga kerja maupun masyarakat, mengarah kepada Undang-Undang[8] No.39/2004 yang bertajuk ‘penempatan perlindungan tenaga kerja Indonesia’ dan semua peraturan lain yang kemudian diterbitkan oleh pemerintah untuk menjelaskan UU 39/2004 itu (meskipun masih banyak juga sisa pekerjaan yang sifatnya krusial tapi belum diselesaikan). Undang-Undang inilah yang kiranya merupakan titik putar utama dari kebijakan migrasi dari TKI.
Sejarah perlindungan hukum terhadap TKI dimulai ketika pada tahun 1969 pemerintah mengerluarkan kebijakan tentang penempatan TKI luar negeri yang dilaksanakan oleh departemen perburuhan dengan dikeluarkannya PP No.4 Tahun 1970 tentang program Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) dan Antar Kerja Antar Negara (AKAN) maka penempatan TKI di luar negeri mulai melibatkan pihak swasta. Dalam upaya perlindungan TKI pemerintah telah membentuk Badan Koordinasi Penempatan TKI (BKPTKI) tanggal 16 April 1999 melalui Kepres No.29 tahun 1999. BPTKI terdiri dari 9 Instansi terkait. Pada tahun 2004 pemerintah telah menerbitkan UU No.39 tentang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri, pasal 5 UU meyatakan : Pemerintah bertugas mengatur, membina, melaksanakan dan mengawasi penyelenggaraaan, penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri.
Dengan terbitnya UU No.39 pasal 5 tahun 2004, maka penempatan TKI di luar negeri tidak saja dilakukan oleh swasta, tetapi juga oleh pemerintah. Dengan demikian dari sisi pengurusan dan penempatan TKI luar negeri semakin lancar dan baik. Hal ini membuat jumlah TKI yang bekerja di luar negeri semakin banyak. Dalam menangani kasus kekerasan terhadap TKI, Indonesia juga mengadakan kerjasama-kerjasama dengan negara-negara yang mempekerjakan tenaga kerja Indonesia, misalnya mengenai perjanjian TKI antara Indonesia dengan Saudi Arabia dan Malaysia.















BAB III
HASIL PENELITIAN

A.    Kehidupan TKI
Data Pusat Penelitian dan Pengembangan Informasi (Puslitfo) BNP2TKI menyebutkan jumlah TKI asal Indramayu, Jawa Barat, yang berangkat ke luar negeri selama tiga tahun berturut-turut sebanyak 80.015, yaitu 2011 (29.966 orang),  kemudian 2012 (28.524 orang), dan pada 2013 (21.525 orang)[9].
Tentang kenyataan hidup TKI di luar negeri itu walaupun gaji nya besar tapi kerjanya berat kira-kira 90% TKI yang bekerja di negara nan jauh di sana mungkin bertemu majikan baik dan hidup sejahtera dan bisa menabung, kira-kira 10% nasibnya malang dan bertemu berbagai masalah, dan akan "dibuang" kasus TKI tersebut ke depnaker dan diurus oleh depnaker negara setempat. Kasus "berat" yang saya tangani perbulan di Depnaker Taiwankira2 10-40 kasus TKI, rata2 70% masalah karenadipotong gajinya oleh agency Taiwan atau agency Indonesia.  ada sisi pandang yang berbeda dari agency tenaga kerja yang selalu kasih mimpi muluk ke anak-anak desa untuk jadi pahlawan valas alias TKI[10]. Dan dengan disengaja memberi contoh kasus yang paling "parah" agar gambaranya jelas dan kontras. Setelah TKI bekerja di luar negeri, biasanya agency Indonesia angkat tangan karena tidak bisa ganggu gugat dengan partner nya yang agency , dan akhirnya kalau ada TKI bermasalah seperti dipotong uang oleh majikan atau agency, atau dipukul or diperkosa
akhirnya semua masalah akan diurus oleh depnaker  dan agency buang muka dan tak tah
bagaimana cara menyelesaikan kasus2 berat tersebut.
TKI (Tenaga Kerja Indonesia) sering disebut2 oleh para pejabat sebagai pahlawan valuta asing, dan memang kenyataannya TKI sepertinya adalah "aset ekspor" terbesar Indonesia untuk mendapatkan valas.
Kisah pilu itu dialami Najibah  Umur 25 warga Blok Madrasah, RW 2, Desa Linggajati, Kecamatan Arahan kabupaten Indramayu.Bekerja sebagai pembantu rumah tangga selama tujuh bulan di Arab Saudi, Najibah kembalike kampungnya dalam keadaan sakit dan mengalami luka. Dia mengalami penyiksaan di sekujur tubuhnya.
Saat ini, perempuan tersebut tergolek lemah tak berdaya di RSUD Indramayu. Tubuhnya kurus kering, perutnya membuncit, kakinya membengkak, dan ada beberapa bekas luka di wajah maupun badan akibat penyiksaan.Najibah diinjak-injak oleh majikannya.Tangan, kaki, dan jemarinya diinjak-injak.Giginya lepas dua. Tulang rusuknya juga patah karena diinjak. Wajahnya pun sempatdisetrika sama majikannya,
Darmi pun menunjukkan hasil rontgen yang menunjukkan bagian-bagian tulang rusuk Najibah yang patah.
Tak hanya disiksa, lanjut Darmi, Najibah juga tidak mendapat gaji secara penuh. Selama tujuh bulan bekerja di Saudi Arabia, gaji yang diterimanya hanya satu bulan.
Darmi menuturkan, sebelum masuk ke RSUD Indramayu pada Kami
s Najibah sempat dirawat di sebuah rumah sakit di Jakarta sekitar sebulan. Namun, Najibah meminta untuk pulang ke Indramayu meski belum sembuh[11].
B. Upaya dan kebijakan Pemerintah
Ada beberapa upaya dalam mengatasi masalah kurangnya perlindungan terhadap para TKI yang bekerja di luar negeri diantaranya :[12]
A.    .Dari segi sumber daya manusia (SDM) :
Menciptakan SDM yang unggul dengan memperbaiki faktor kesehatan sejakdari kandungan,
anak-anak, remaja dan orang dewasa.
Menciptakan lapangan kerja dengan menitikberatkan pada pengembanganpasar domestic, agar ada alternative lain selain mencari pekerjaan keluar negeri.
b.        Dari segi peraturan pemerintah :
-   Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang PPTKLN perlu direvisi yang lebih berprespektif perlindungan.
-   Bila masih belum memungkinkan paling tidak peraturan pelaksananya agar dilengkapi untuk mendukung dan mempermudah implementasi pelaksanaannya.
-   Perlu dirumuskan mekanisme yang jelas dan tegas dalam pengawasan perlindungan TKI.
-   Menindak tegas kepada pihak-pihak yang memeras/pungli terhadap TKI.
`
c.         Pra Penempatan
-   Perlu sosialisasi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang PTPPO ke kantong-kantong TKI secara lebih intensif, perlu melibatkanorganisasi perempuan hingga tingkat paling bawah, yang lebihmengetahui keadaan lapangan dan dapat mendampingi sertasosialisasi hak-hak TKI dan melibatkan badan PP dan KB di tingkatProvinsi/Kabupaten/Kotab.
-   Pelanggaran pada BLK PPTKIS, perlu dicari terobosan agar dapatmemperbanyak pengawas ketenagakerjaan yang professional dankredibelc.
-   Penguatan jejaring melalui forum perlindungan TKI yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan baik pemerintah, dunia usahamaupun elemen masyarakat.
-   Penampungan di PPTKIS, harus menyediakan tempat penampungan yang lebih memadai dan manusiawi sesuai standar yang disyaratkanPermennaker Nomor R-07/Men/IV/200.
-    Perlu dilakukan percepatan proses dokumen untuk pemberangkatan di PPTKIS agar TKI tidak menunggu terlalu lama sehingga menumpuk di penampungan.
-   Asuransi TKI, perlu dilakukan sosialisasi tentang hak TKI perempuan tentang asuransi, polis asuransi seharusnya bersifat personal bukan kolektif.

d.      Penempatan
-Perlu dilakukan percepatan proses dokumen baik di KBRI/KJRI agarTKI tidak menunggu terlalu lama sehingga menumpuk dipenampungan, disamping itu perlu dipikirkan perluasan shelter sesuai dengan daya tamping.
-Paspor sebaiknya disimpan di KBRI/KJRI, sedangkan TKI diberikan identitas (ID card) sebagai pengganti paspor, masalah paspor perlu dimasukkan dalam MOU dengan Negara tujuan penempatan TKI.
-Perlu dibangun sekolah-sekolah berasrama diperbatasan untuk menampung anak-anak TKI, karena dengan membangun sekolah diperbatasan lebih menguntungkan yaitu: anak didik mendapatkan pelajaran cinta tanah air, dan asetnya tetap milik Pemerintah Indonesia.

D.    Hipotesa
Berdasarkan hasil penelitian diatas, dapat ditarik hipotesa bahwa alasan utama para TKI ingin bekerja di luar negeri adalah faktor kemiskinan. Kemiskinan sendiri merupakan produk dari akibat adanya kesenjangan sosial dalam masyarakat. Maka karena itulah untuk memperoleh penghasilan yang mencukupi mereka mencoba peruntungan dengan bekerja di luar negeri. Sementara itu, pemerintah sendiri cenderung kurang tanggap mengenai keadaan para TKI di luar negeri, meskipun pemerintah dapat dikatakan sudah berupaya maksimal namun tetap saja sejumlah kasus-kasus kekerasan terhadap para TKI kerap bermunculan.



BAB IV
PENUTUP
A. Rangkuman
Kasus kekerasan terhadap para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) merupakan kasus yang sering diperbincangkan ditengah masyarakat. Hampir sepanjang tahun, sejumlah permasalahan-permasalahan mengenai TKI terus bermunculan. Namun, pemerintah nampaknya belum menunjukkan atau memperlihatkan solusi yang pas untuk menyelesaikan masalah ini. Sejumlah permasalahan seperti kurangnya bentuk hukum yang mengatur mengenai permsalahan TKI, dan pemerintah sendiri terlihat tidak terlalu serius dalam hal ini. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah system blame approach.

B. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kemiskinan merupakan faktor utama seseorang untuk bekerja menjadi TKI Indramayu diluar negeri. Terutama dengan diiming-imingi gaji yang lumayan besar. Namun, hal ini kemudian menjadi sebuah permasalahan ketika gaji para TKI tidak dibayarkan serta menerima perlakuan yang tidak sepantasnya. Untuk itulah diperlukan peran pemerintah Indonesia dalam menangani kasus-kasus tersebut. Selain itu juga, Indonesia juga telah menandatangani peraturan mengenai ketenagakerjaan, diantaranya dengan Malaysia dan Saudi Arabia.

C. Saran
Selama beberapa tahun belakangan, kasus penganiayaan terhadap TKI terus meningkat. Pemerintah Indonesia dinilai tidak berhasil memberikan perlindungan terhadap para TKI yang bekerja di luar negeri.  Oleh karena itu pemerintah, sebagai pengayom masyarakat diharapkan mampu mempercepat tindakannya sebelum sejumlah kasus-kasus cukup fatal terjadi. Selain itu, pemerintah juga harus memperbanyak landasan hukum sebagai acuan dalam menyelesaikan permasalahan TKI tersebut.







DAFTAR PUSTAKA

Atase Tenaga Kerja dan Perlindungan TKI.Jakarta: The Institute of Ecosoc Right 2010.
Wawa, Jannes Eudes.2005.Ironi Pahlawan Devisa. Jakarta: Kompas Group
Kementerian Pendidikan Nasional. 2011. Pendidikan Kecakapan Hidup bagi Pemuda Usia Produktif, APBNP.
Http // Www.BPN2TKI.Com



[1] Wawa, Jannes Eudes.2005.Ironi Pahlawan Devisa. Jakarta: Kompas Group

[2] Kementerian Pendidikan Nasional. 2011. Pendidikan Kecakapan Hidup bagi Pemuda Usia Produktif, APBNP.

[3] Ibid, Hal 22
[4] Ibid, Hal 30
[5] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 tentang Tenaga Kerja
[6] http://www.gerakanantitrafficking.com/index.php?option=com_content&view=article&id=70:uu-p
[7] http://trieasmayaade.blogspot.com

[8] Ibid, Hal 40
[9] 2010.Atase Tenaga Kerja dan Perlindungan TKI.Jakarta: The Institute of Ecosoc Right.

[10] Ibid, Hal 35
[11] Wawancara mantan TKI Suminah 37 Thn hari minggu 14 Des 2014 pukul 10.30 di cangkingan indramayu,
[12] Http // www.BNP3TKI.Com