SPIRITUALITAS USIA LANJUT
Setiap orang
jika mengalami lanjut usia akan mengalami penurunan aktifitas. Hal semacam ini
kadang menjadi pemikiran negatif bagi pelakunya. Adanya klimaterium,
menopouse-andrepouse, sangkar kosong (empty nest) dan lain sebagainya adalah
bukti bahwa semakin tua (lanjut usia) semakin tinggi ketidakberdayaan secara
fisik. Namun ada hal yang menarik yaitu terkadang semakin tua semakin tinggi
spirituaitasnya. Agama dipandang sangat penting bagi akhir kehidupan (bagi
kehidupan lanut usia). Karena pada saat itulah hanya agama yang menjadi
satu-satunya harapan agar dapat mencapai khusnul khatimah (Hakim, 2003).
Hal seperti itu
dinyatakan oleh ahli psikologi dan psikiatri C.G. Jung yang menganggap bahwa
agama adalah sarana yang ampuh dan obat yang paling manjur untuk menyembuhkan
manusia dari penyakit neurosis, dan penyakit neurosis yang diderita oleh orang
yang berusia sudah 45 tahun ke atas adalah berkaitan dengan soal kematian,
menyangkut arti dan makna kehidupan (Syukur, 1990). Mengapa demikian?. Jawaban
yang paling mendasar adalah agama dapat memberikan ketenangan batiniah.
Rasululloh bersabda: “Semua penyakit ada obatnya kecuali penyakit tua”. Akhirnya
agama atau spiritualitasnya sangat berpengaruh terhadap kesehatan fisik dan
mental, seperti yang dikemukakan Hawari (1997) dalam penelitiannya yang
menyimpulkan bahwa:
1.
Lanjut
usia yang nonreligius angka kematiannya 2x lebih besar daripada orang yang
religius.
2.
Lanjut
usia yang religius penyembuhannya dari penyakit lebih cepat dibandingkan yang
nonreligius.
3.
Lanjut
usia yang religius lebih kebal dn tenang menghadapi operasi.
4.
Lanjut
usia yang religius lebih kuat dan tabah menghadapi stress daripada yang non
religius, sehingga gangguanmental emosional lebih kecil.
5.
Lanjut
usia yang religius lebih sabar dan tabah menghadai saat-saat terakhir
(kematian) daripada yang nonreligius.
Lebih dari itu
ternyata ada hubungan positif antara agama dan keadaan psikologis lanjut usia.
Penelitian Koenig, George dan segler (1988) dalam Papalia & Olds (1995),
pada 100 responden berusia 65-85 tahun menunjukan bahwa strategi menghadapi
masalah yang tersering menimbulkan stres berkaitan dengan agama dan kegiatan
religius (Saadah, 2003). Dari sini sangat jelas, agama tidak hanya membawa
pengaruh bagi kesehatan jiwa, tetapi juga kesehatan fisik. Karena Koenig
(Schumacer , 1992) mengemukakan bahwa preposisi yang berarti dalam menghadap
suatu masalah (cope) dengan lingkungannya, hubungan interpersonal dan stress
yang diakibatkan fisik dapat dicapai bila orang itu berniat pada agama dan
melaksanakannya berbagai ritual yang ada. Coping agama juga terkait erat dengan
penyesuaian diri yang baik pada lanjut usia (Hadisuprapto dalam Nurina Hakim,
2003).
Kesimpulan yang
didapat adalah kesehatan fisik ataupun mental dapat dicapai seseorang dalam
lanjut usia jika spiritualitas keagamaan terbentuk dengan cara mengamalkan
ritual-ritual keagamaan. Karena dengan agama dia akan mengatasi segala apa yang
terjadi bukanlah kehendak dirinya sendiri tetapi ada yang mengaturnya.
Ciri-ciri
spiritualitas keagamaan pada lanjut usia menurut James (Jalaludin, 1997), adalah sebagai
berikut:
1.
Kehidupan
keagamaan sudah mencapai kemantapan.
2.
Kecenderungan
menerima pendapat keagamaan meningkat.
3.
Mulai
muncul pengalaman terhadap realitas kehidupan akhirat secara sungguh-sungguh.
4.
Sikap cenderung mengarah pada kebutuhan saling
mencintai dengan sesama serta sifat-sifat luhur lainnya.
5.
Muncul
rasa takut pada kematian meningkat sejalan bertambahnya usia.
6.
Ciri
keenam berdampak kepada meningkatnya pembentkan sikap keberagamaan dan
kepercayaan terhadap adanya kehidupan abadi di akhirat.
(Hasil rangkuman artikel “Spiritualitas
Lanjut Usia” karya Drs. Niken Iriani
LNH, Msi, Psi)
0 komentar:
Posting Komentar