Selasa, 30 Oktober 2018

SPIRITUALITAS USIA LANJUT





SPIRITUALITAS USIA LANJUT

Setiap orang jika mengalami lanjut usia akan mengalami penurunan aktifitas. Hal semacam ini kadang menjadi pemikiran negatif bagi pelakunya. Adanya klimaterium, menopouse-andrepouse, sangkar kosong (empty nest) dan lain sebagainya adalah bukti bahwa semakin tua (lanjut usia) semakin tinggi ketidakberdayaan secara fisik. Namun ada hal yang menarik yaitu terkadang semakin tua semakin tinggi spirituaitasnya. Agama dipandang sangat penting bagi akhir kehidupan (bagi kehidupan lanut usia). Karena pada saat itulah hanya agama yang menjadi satu-satunya harapan agar dapat mencapai khusnul khatimah (Hakim, 2003).
Hal seperti itu dinyatakan oleh ahli psikologi dan psikiatri C.G. Jung yang menganggap bahwa agama adalah sarana yang ampuh dan obat yang paling manjur untuk menyembuhkan manusia dari penyakit neurosis, dan penyakit neurosis yang diderita oleh orang yang berusia sudah 45 tahun ke atas adalah berkaitan dengan soal kematian, menyangkut arti dan makna kehidupan (Syukur, 1990). Mengapa demikian?. Jawaban yang paling mendasar adalah agama dapat memberikan ketenangan batiniah. Rasululloh bersabda: “Semua penyakit ada obatnya kecuali penyakit tua”. Akhirnya agama atau spiritualitasnya sangat berpengaruh terhadap kesehatan fisik dan mental, seperti yang dikemukakan Hawari (1997) dalam penelitiannya yang menyimpulkan bahwa:
1.    Lanjut usia yang nonreligius angka kematiannya 2x lebih besar daripada orang yang religius.
2.    Lanjut usia yang religius penyembuhannya dari penyakit lebih cepat dibandingkan yang nonreligius.
3.    Lanjut usia yang religius lebih kebal dn tenang menghadapi operasi.
4.    Lanjut usia yang religius lebih kuat dan tabah menghadapi stress daripada yang non religius, sehingga gangguanmental emosional lebih kecil.
5.    Lanjut usia yang religius lebih sabar dan tabah menghadai saat-saat terakhir (kematian) daripada yang nonreligius.
Lebih dari itu ternyata ada hubungan positif antara agama dan keadaan psikologis lanjut usia. Penelitian Koenig, George dan segler (1988) dalam Papalia & Olds (1995), pada 100 responden berusia 65-85 tahun menunjukan bahwa strategi menghadapi masalah yang tersering menimbulkan stres berkaitan dengan agama dan kegiatan religius (Saadah, 2003). Dari sini sangat jelas, agama tidak hanya membawa pengaruh bagi kesehatan jiwa, tetapi juga kesehatan fisik. Karena Koenig (Schumacer , 1992) mengemukakan bahwa preposisi yang berarti dalam menghadap suatu masalah (cope) dengan lingkungannya, hubungan interpersonal dan stress yang diakibatkan fisik dapat dicapai bila orang itu berniat pada agama dan melaksanakannya berbagai ritual yang ada. Coping agama juga terkait erat dengan penyesuaian diri yang baik pada lanjut usia (Hadisuprapto dalam Nurina Hakim, 2003).
Kesimpulan yang didapat adalah kesehatan fisik ataupun mental dapat dicapai seseorang dalam lanjut usia jika spiritualitas keagamaan terbentuk dengan cara mengamalkan ritual-ritual keagamaan. Karena dengan agama dia akan mengatasi segala apa yang terjadi bukanlah kehendak dirinya sendiri tetapi ada yang mengaturnya.
Ciri-ciri spiritualitas keagamaan pada lanjut usia menurut  James (Jalaludin, 1997), adalah sebagai berikut:
1.      Kehidupan keagamaan sudah mencapai kemantapan.
2.      Kecenderungan menerima pendapat keagamaan meningkat.
3.      Mulai muncul pengalaman terhadap realitas kehidupan akhirat secara sungguh-sungguh.
4.       Sikap cenderung mengarah pada kebutuhan saling mencintai dengan sesama serta sifat-sifat luhur lainnya.
5.      Muncul rasa takut pada kematian meningkat sejalan bertambahnya usia.
6.      Ciri keenam berdampak kepada meningkatnya pembentkan sikap keberagamaan dan kepercayaan terhadap adanya kehidupan abadi di akhirat.

(Hasil rangkuman artikel “Spiritualitas Lanjut Usia”  karya Drs. Niken Iriani LNH, Msi, Psi)

0 komentar:

Posting Komentar