Dinamissasi dan Modernisasi
Pesantren
Di tengah-tengah situasi reformasi dan globalisasi yang menghendaki dilakukannya penataan ulang terhadap
berbagai masalah ekonomi, politik, sosial, budaya, pendidikan dan sebagainya,
sangat dibutuhkan adanya pemikiran-pemikiran kreatif, inovatif dan solutif.
K.H.Abdurrahman Wahid yang lebih akrab dipanggil gusdur termasuk tokoh yang
banyak memiliki gagasan kreatif, inovatif dan solutif tersebut. Ia berjuang melalui politik praksis sambil melakukan perlawanan
terhadap kebodohan politik itu sendiridengan intelektualismenya
Gus
Dur mengungkapkan, bahwa pesantren sudah mengajarkan nilai-nilai agar
menjunjung tinggi kemajuan, peka terhadap situasi sosial, namun sebagian orang di luar
pesantren berpandangan bahwa pesantren itu kolot, eksklusif, anti perubahan,
dan kejumudan. Stigma kekolotan tersebut dibantah Gus Dur dengan menggemborkan
dalil prinsip dalam NU, yang
berbunyi Almukhafadzlotu ala qodiimi ash-sholih wa akhdzu bi jadiidi
al-ashlahu (menjaga trradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik). Dalil
tersebut yang menjadi slogan “utama” dalam memajukan pesantren agar inklusif
dan terbuka terhadap kemajuan zaman.
Pemikian Gus dur yang tersohor
yang dalam peibahasa di kenal Life Long
Learning ( Belajar sepanjang hidup) yang tedapat di dalamnya lima harkat pemikirran
Gus dur atau lima traktat
pemikiran Gus Dur, yaitu :
1) Dinamisasi dan modernisasi pesantren (1973) yang
mengusung ide pendekatan ilmiah model Marxian terhadap situasi politik Indonesia
2) Pengenalan Islam sebagai sistem kemasyarakatan (1978)
yang berisi semangat mengembangkan Islam klasik serta bagaimana syariah
diimplimentasikan dalam menghadapi masalah-masalah mutakhir
3) Islam dan militerisme dalam lintasan sejarah (1980)
yang berisi ide perlawanan kultural model Marxian terhadap kekerasan (violence)
4) Konsep kenegaraan dalam Islam (1983) yang berisi ide
sekularistik dan integralistik pemikiran Gus Dur tentang hubungan antara agama dan negara
5) Pribumisasi Islam (1983) yang berisi pendekatan
humanisme dalam politik dan keagamaan.
Pada kesempatan kali ini penulis hanya sedikit mengulas poin yang petama
dari beberapa sumber buku Gus Dur menunjukkan sikap optimismenya bahwa
pesantren dengan ciri-ciri dasarnya mempunyai potensi yang luas untuk melakukan
pemberdayaan masyarakat, terutama pada kaum tertindas dan terpinggirkan. Bahkan
dengan kemampuan fleksibelitasnya, pesantren dapat mengambil peran secara
signifikan, bukan saja dalam wacana keagamaan, tetapi juga dalam setting sosial
budaya, bahkan politik dan ideologi Negara, sekalipun.
Sebagai seorang
ilmuwan yang jenius dan cerdas, ia juga melihat bahwa untuk memperdayakan umat
Islam, harus dilakukan dengan cara memperbarui pesantren. Atas dasar ini ia
dapat dimasukkan sebagai tokoh pembaru pendidikan Islam
Selanjutnya
Gus Dur menjelaskan bahwa dalam melakukan modernisasi dan dinamisasi pesantren
perlu adanya langkah-langkah sebagai berikut.
1. Perlu adanya perbaikan keadaan di pesantren yang didasarkan pada proses regenerasi
kepemimpinan yang sehat dan kuat.
2. Perlu adanya kurikulum yang melandasi terjadinya proses dinamisasi tersebut. Kurikulum yang dimaksud meliputi rekonstruksi bahan-bahan
pelajaran ilmu-ilmu agama dalam skala besar-besaran.
Sesuai dengan tujuan pendidikan pesantren sebagaiman tersebut di
atas, Gus Dur juga berbicara tentang kurikulum pendidikan pesantren. Menurutnya
kurikulum yang berkembang di dunia pesantren selama ini dapat dikategorikan menjadi dua hal.
a. Struktur dasar kurikulumnya adalah pengajaran pengetahuan agama dalam segenap tingkatan
dan pemberian bimbingan kepada para santri secara pribadi yang dilakukan oleh
guru atau kiai.
b. Secara keseluruhan kurikulum yang ada di pesantren
bersifat fleksibel, yaitu dalam setiap kesempatan para santri memiliki
kesempatan untuk menyusun kurikulumnya sendiri, baik secara seluruhnya
maupun sebagian saja.
Selanjutnya
Gus Dur juga menginginkan agar kurikulum pesantren memiliki keterkaitan dengan kebutuhan lapangan kerja, Untuk kalangan dunia kerja, baik dalam
jasa maupun dalam bidang perdagangan dan keahlian di era Globalisasi seperti sekarang ini demikian cepat dan
beragam
Dengan ini semua di harapkan orang-orang pesantren bisa lebih
beradaptasi dan berfikir secara progresip sesuai dengan zaman yang ada karna ada adagium bellum
omnium contra omnes yang mendalilkan bahwa kekuasaan hanya dapat dilawan
dengan kekuasaan. Di harapkan ketika orang pesantren berkuasa maka proses islamisasipun
akan terjaga dan berjalan sesuai yang di harapkan.
.
Daftar Rujukan
Masdar Umaruddin, Membaca Pikiran Gus
Nata, Abuddin.Tokoh-tokoh Pembaharuan
Pendidikan Islam di Indonesia,Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada.2005
0 komentar:
Posting Komentar