Selasa, 30 Oktober 2018

Dinamissasi dan Modernisasi Pesantren


Dinamissasi dan Modernisasi Pesantren

Di tengah-tengah situasi reformasi dan globalisasi yang menghendaki dilakukannya penataan ulang terhadap berbagai masalah ekonomi, politik, sosial, budaya, pendidikan dan sebagainya, sangat dibutuhkan adanya pemikiran-pemikiran kreatif, inovatif dan solutif. K.H.Abdurrahman Wahid yang lebih akrab dipanggil gusdur termasuk tokoh yang banyak memiliki gagasan kreatif, inovatif dan solutif tersebut.  Ia berjuang melalui politik praksis sambil melakukan perlawanan terhadap kebodohan politik itu sendiridengan intelektualismenya
Gus Dur mengungkapkan, bahwa pesantren sudah mengajarkan nilai-nilai agar menjunjung tinggi kemajuan, peka terhadap situasi sosial, namun sebagian orang di luar pesantren berpandangan bahwa pesantren itu kolot, eksklusif, anti perubahan, dan kejumudan. Stigma kekolotan tersebut dibantah Gus Dur dengan menggemborkan dalil prinsip dalam NU, yang berbunyi Almukhafadzlotu ala qodiimi ash-sholih wa akhdzu bi jadiidi al-ashlahu (menjaga trradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik). Dalil tersebut yang menjadi slogan “utama” dalam memajukan pesantren agar inklusif dan terbuka terhadap kemajuan zaman.
Pemikian Gus dur yang tersohor yang dalam peibahasa di kenal Life Long Learning ( Belajar sepanjang hidup) yang tedapat di dalamnya lima harkat pemikirran Gus dur atau lima traktat pemikiran Gus Dur, yaitu :

1)      Dinamisasi dan modernisasi pesantren (1973) yang mengusung ide pendekatan ilmiah  model Marxian terhadap situasi politik Indonesia
2)      Pengenalan Islam sebagai sistem kemasyarakatan (1978) yang berisi semangat mengembangkan Islam klasik serta bagaimana syariah diimplimentasikan dalam menghadapi masalah-masalah mutakhir
3)      Islam dan militerisme dalam lintasan sejarah (1980) yang berisi ide perlawanan kultural model Marxian terhadap kekerasan (violence)
4)      Konsep kenegaraan dalam Islam (1983) yang berisi ide sekularistik dan integralistik pemikiran Gus Dur tentang hubungan antara agama dan negara
5)      Pribumisasi Islam (1983) yang berisi pendekatan humanisme dalam politik dan keagamaan.
Pada kesempatan kali ini penulis hanya sedikit mengulas poin yang petama dari beberapa sumber buku Gus Dur menunjukkan sikap optimismenya bahwa pesantren dengan ciri-ciri dasarnya mempunyai potensi yang luas untuk melakukan pemberdayaan masyarakat, terutama pada kaum tertindas dan terpinggirkan. Bahkan dengan kemampuan fleksibelitasnya, pesantren dapat mengambil peran secara signifikan, bukan saja dalam wacana keagamaan, tetapi juga dalam setting sosial budaya, bahkan politik dan ideologi Negara, sekalipun.
 Sebagai seorang ilmuwan yang jenius dan cerdas, ia juga melihat bahwa untuk memperdayakan umat Islam, harus dilakukan dengan cara memperbarui pesantren. Atas dasar ini ia dapat dimasukkan sebagai tokoh pembaru pendidikan Islam
     Selanjutnya Gus Dur menjelaskan bahwa dalam melakukan modernisasi dan dinamisasi pesantren perlu adanya langkah-langkah sebagai berikut.
1.       Perlu adanya perbaikan keadaan di pesantren yang didasarkan pada proses regenerasi kepemimpinan yang sehat dan kuat.
2.       Perlu adanya kurikulum yang melandasi terjadinya proses dinamisasi tersebut. Kurikulum yang dimaksud meliputi rekonstruksi bahan-bahan pelajaran ilmu-ilmu agama dalam skala besar-besaran.
          Sesuai dengan tujuan pendidikan pesantren sebagaiman tersebut di atas, Gus Dur juga berbicara tentang kurikulum pendidikan pesantren. Menurutnya kurikulum yang berkembang di dunia pesantren selama ini dapat dikategorikan menjadi dua hal.
a.        Struktur dasar kurikulumnya adalah pengajaran pengetahuan agama dalam segenap tingkatan dan pemberian bimbingan kepada para santri secara pribadi yang dilakukan oleh guru atau kiai.
b.      Secara keseluruhan kurikulum yang ada di pesantren bersifat fleksibel, yaitu dalam setiap kesempatan para santri memiliki kesempatan untuk menyusun kurikulumnya sendiri, baik secara seluruhnya maupun  sebagian saja.
     Selanjutnya Gus Dur juga menginginkan agar kurikulum pesantren memiliki keterkaitan   dengan kebutuhan lapangan kerja, Untuk kalangan dunia kerja, baik dalam jasa maupun dalam bidang perdagangan dan keahlian di era Globalisasi  seperti sekarang ini demikian cepat dan beragam
     Dengan ini semua di harapkan orang-orang pesantren bisa lebih beradaptasi dan berfikir secara progresip sesuai dengan zaman yang ada karna ada adagium bellum omnium contra omnes yang mendalilkan bahwa kekuasaan hanya dapat dilawan dengan kekuasaan. Di harapkan ketika orang pesantren berkuasa maka proses islamisasipun akan terjaga dan berjalan sesuai yang di harapkan.



.
Daftar Rujukan

        Masdar Umaruddin, Membaca Pikiran Gus
        Nata, Abuddin.Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia,Jakarta:PT.Raja  Grafindo Persada.2005


0 komentar:

Posting Komentar