BAB I
PENDAHULUAN
Kehadiran agama Islam yang dibawa
Nabi Muhammad Saw diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang
sejahtera lahir dan batin.
Petunjuk-petunjuk agama mengenai
berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya,
Alquran dan Hadis, tampak amat ideal dan agung. Islam mengajarkan kehidupan
yang dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material
dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu,
bersikap terbuka, demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan,
anti-feodalistik, mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak
mulia dan bersikap positif lainnya.
B. Maksud dan Tujuan
Maksud dan
tujuan pembuatan makalah ini adalah :
1.
Memenuhi salah satu tugas Metodologi
Study Islam
2.
Mengetahui peranan mahasiswa dalam pembelajaran
Metodologi Islam di Indonesia
3.
Menumbuhkembangkan dan memantapkan
sikap profesional yang diperlukan mahasiswa untuk menunjang tanggung jawab sebagai mahasiswa fakultas
Pendidikan Agama Islam
BAB
II
PEMBAHASAN
A.SUMBER AJARAN ISLAM
Sumber Ajaran
Islam pada intinya tidak terlepas dari wahyu Allah SAW.yang dituangkan dalam
Al-Quran diturunkan dalam waktu 22 tahun 2 bulan 22 hari,yaitu mulai malam ke
17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran Nabi sampai 9 Dzulhijjah Haji Wada’ tahun
63 dari kelahiran Nabi atau tahun 10 H. Al-Quran diturunkan dalam dua fase ,
yaitu 13 tahun pada fase sebelum beliau hijrah ke Madinah (Makkiyah), 10 tahun pada
fase sesudah hijrah ke Madinh (Madaniyah). Isi Al-Quran terdiri atas 114
surat,6.236 ayat, 74 .437 kalimat dan 325.345 huruf. Proposi masing-masing fase
tersebut adalah 19/30 (86 surat) untuk ayat-ayat Makkiyah dan 11/30 (28 surat)
untuk ayat-ayat Madadiyah.Kendatipun Al-Quran diturunkan dengan menggunakan
bahasa arab , bukan berarti Al-Quran diperuntukkan dengan menggunakan bahasa
arab, melainkan diperuntukkan bagi seluruh umat Islam, tanpa mengenal ras dan
atau suku,keturunan, warna kulit, bangsa dan bahasa.
Oleh karna itu, tidak seluruh
ayat Al-Quran bersifat rinci dan jelas.Banyak ayat Al-Quran yang bersifat
global (mujmal), yang memerlukan penjelasan dan penafsiran yang bersifat
kontekstual. Nabi Muhammad SAW. di samping bertugas untuk menyampaikan wahyu
(Al-Quran) kepada seluruh umat manusia, sekaligus untuk memberi penjelasan
tentang berbagai ayat yang belum jelas atau masih bersifat mujmal .Penjelasan
Nabi Muhamma SAW. terhadap ayat-ayat Al-Quran inilah yang kemudian disebut
hadis dan menjadi sumber pemikiran Islam.
Untuk mempribumisasikan ayat-ayat
Al-Quran di setiap waktu (jaman) dan tempat,diperlukan penafsiran yang lebih
kontektual. Oleh karna itu, para ulama dan pemikir islam lainnya yang hidup
pada zaman dan tempat tertentu dituntut untuk mampu menafsirkan atau membumikan ayat-ayat Al-Quran dengan
berpedoman pada hadis,atsar, penafsiran sebelumnya, akal, ilham atau intusi dan
realitas. Hasil penafsiran tersebut kemudian disebut ijtihad dan
dijadikan sumber pemikiran Islam yang ketiga setelah hadis.Atas dasar itulah,
yang menjadi sumber ajaran Islam adalah Al-Quran,Al-Hadis, dan ijtihad.
B.SUMBER AJARAN ISLAM
PRIMER
A. AL- QURAN
1. Pengertian Al-Quran
Menurut Manna Khalil Al-Qathan
secara etimologis, berasal dari kata ‘’qara’a, yaqra-u, atau qur-anam’’ yang
berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (adh-dhommu) huruf serta kata-kata
dari satu bagian ke bagian lain secara teratur. Dikatakan Al-Quran karena ia
berisikan intisari dari ilmu pengetahuan.[1]
Pengertian kebahasaan yang
berkaitan dengan Al-Quran tersebut sungguhpun berbeda,masih dapat ditampung
oleh sifat dan karakteristik Al-Quran itu sendiri, yang ayat-ayatnya saling
berkaitan satu dan lainnya.
Adapun pengertian Al-Quran dari
segi istilah adalah berikut ini :
- Manna Al-Qathan menyatakan bahwa Al-Quran adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan bernilai ibadah bagi yang membacanya[2] .
- Az-Zarqani menyatakan bahwa Al-Quran adalah lafazh yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, mulai awal surat Al-Fatahah, sampai akhir surat An-Nas.[3]
- Abdul Wahab Khallaf memberikan pengertian Al-Quran secara lebih lengkap.Menurutnya, Al-Quran adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.,melalui jibril dengan menggunakan lafazh bahasa arab,isinya dijamin kebenarannya dan sebagai hujjah kerasulannya, undang-undang bagi seluruh manusia, memberi petunjuk kepada mereka dan menjadi sarana untuk melakukan pendekatan diri dan pada ibadah kepada Allah dengan membacanya. Ia terhimpun dalam mushhaf, dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas, disampaikan kepada kita secara mutawatir dari generasi ke generasi, baik secara lisan maupun tulisan serta terjaga dari perubahan dan pergantian.[4]
- Syekh Muhammad Abduh mendefinisikan Al-Quran sebagai kalam mulia yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi yang paling sempurna (Muhammad SAW),ajarannya
mencakup keseluruhan ilmu pengetahuan.Ia merupakg mulia yang esensinya
tidak dimengerti,kecuali bagi orang yang berjiwa dan berakal cerdas.[5]
Al-Quran, selain menamai dirinya
dengan nama Al-Quran, ia juga mempuyai nama-nama lainnya.Menurut Abu Al-Ma’ali
Syaizalah, Al-Quran memiliki sekitar 55 nama, dan menurut Abu Hasan Al-Haraly
ada 99 nama Al-Quran. Akan tetapi, menurut Subhi Ash-Shalih, penyebutan nama-nama Al-Quran
yang sekian banyak itu dianggap berlebih-lebihan, sehingga mencampuradukkan
antara nama Al-Quran dan sifat-sifatnya. Di antara nama-nama Al-Quran ialah,al-furqan;al-kitab;adz-dzikir;at-tanzil.sifat-sifatnya
adalah: an-nur;hudan;syifa;rahmah;mau ‘idhah;mubarak; mubin; aziz;
majid;basyiran wa nadziran.[6]
Berkenaan dengan definisi
tersebut,berkembanglah studi tentang Al-Quran, baik dari segi kandungan
ajarannya yang menghasilkan kitab-kitab tafsir yang sisusun dengan menggunakan
berbagai pendekatan, maupun dari segi metode dan coraknya yang sangat
bervareasi, sebagai mana yang kita jumpai saat ini.[7]
Ada pula ulama yang secara
khusus mengkaji metode menafsiran Al-Quran yang pernah digunakan para ulama,
mulai metode tahlili (analisis ayat perayat) sampai metode maudhu’i ,
Ada pula yang meneliti Al-Quran dari segi latar belakang sejarah dan sosial
mengenai turunnya, yang selanjutnya menimbulkan apa yang disebut ilmu Asbab
An-Nuzul.
Dalam hal itu, ada yang
mengkhususkan dari mengkaji petunjuk cara membaca Al-Quran yang selanjutnya
menimbulkan ilmu qira’at termasuk pula tajwid. Begitu pula, ada yang mengkaji
Al-Quran dari segi sejarah penulisannya,nama-namanya,dan masih banyak lagi.
Semua itu dilakukan para ulama dengan maksud agar umat islam dapat mengenal
secara menyeluruh berbagai aspek yang berkenaan dengan Al-Quran. Dari sini
pula, tidak mengherankan jika muncul satu jurusan dari salah satu fakultas di IAIN dan universitas lainnya di dunia yang
secara khusus mengkajin ilmu-ilmu Al-Quran
2.Fungsi Al-Quran
Al-Quran sebagai kitab Allah yang
terakhir diturunkan laksana mata air yang tidak pernah kering.Semakin digali,
semakin memancarkan airnya. Para sahabat, tabiin, tabi’ tabiin dan para
salafussalih kita, laksana orang yang meminum air lautan. Semakin mereka banyak
membaca
mengamalkan Al-Qursn,semakin merasa
dahaga.
Al-Quran memiliki sekian banyak fungsi, baik bagi Nabi Muhammad SAW. maupun
bagi kehidupan manusia secara
keseluruhan. Di antara fungsi Al-Quran adalah :
a.
Bukti kerasulan Nabi Muhammad SAW. dan kebenaran
ajarannya. Bukti kebenaran tersebut dikemukakan dalam tangtangan yang sifatnya
bertahap. Pertama, menentang siapapun
yang meragukannya untuk meyusun
semacam Al-Quran secara keseluruhan (baca Q.S.Ath-Thur[52]:34). Kedua,
menantang mereka untuk menyusun sepuluh surah semacam Al-Quran (baca Q.S.Hud
[11]: 13). Seluruh Al-Quran berisikan 114 surat. Ketiga, menentang mereka untuk
meyusun satu surah saja semacam Al-Quran (baca Q.S. Yunus [10]: 38 ). Keempat,
menentang mereka untuk meyusun sesuatu seperti atau lebih kurang sama dengan
satu surah dari Al-Quran (baca Q.S. Al-Baqarah [2]: 23).
b.
Pentunjuk (al-huda). Dalam Al-Quran terdapat tiga
katagori tentang posisi Al-Quran sebagai petunjuk. Pertama, petunjuk bagi
manusia secara umum.Kedua, Al-Quran adalah petunjuk bagi orang-orang yang
bertaqwa.Ketiga, petunjuk bagi orang-orang yang beriman.
c.
Al-Furqan (pemisah). Karena Al-Quran berfungsi sebagai
petunjuk,ia menjadi penjelas dari petunjuk-petunjuk terebut sekaligus
berfungsibsebagaibal-furqan: pembeda dan bahkan pemisah antara yang hak dan
yang batil, atau antara yang benar dan yang salah.
d.
Asy-Syifa (obat). AL-Quran juga kaya dengan syifa’
‘(penawar). Penyakit yang ada dalam dada, seperti dengki, iri hati, sombong,
cinta dunia, dan sebagainya tidak memiliki tempat dalam dada para ahli
Al-Quran.
e.
Al-Mau’izhah (nasehat). Dalam Al-Quran dikatakan bahwa ia
berfungsi sebagai nasihat bagi orang-orang yang bertaqwa.
Syekh Muhammad Abduh, bapa pemandu aliran rasonalis,
masih mendudukan fungsi Al-Quran yang tertinggi.Dalam arti, walaupun akal sehat
mampu mengetahui yang benar dan yang salah, yang baik dan buruk, ia tidak mampu
mengetahui hal-hal yang gaib. Di sinilah, letak fungsi dan peranan Al-Quran.[8]
Lebih dari itu, fungsi Al-Quran adalah sebagai hujjah umat manusia yang
merupakan sumber nilai objektif, unifersal, dan abadi karena ia diturunkan dari
Dzat Yang Mahatinggi.Kehujjahan Al-Quran dapat dibenarkan karena ia merupakan
sumber segala macam aturan tentang hukum, sosial ekonomi, kebudayaan,
pendidikan, moral, dan sebagainya, yang harus dijadikanpandangan hidup bagi
seluruh umat islam dalam memecahkan setiap persoalan.Demikian juga, Al-Quran
berfungsi sebagai hakim yang memberikan keputusan terakhir mengenai
perselisihan dikalangan para pemimpin, dan lain-lain.fungsi itu berlaku karena
isi kitab-kitab suci terdahulu terdapat perubahan dan perombakan dari aslinya
oleh para pemeluknya. Disamping itu, sebagian isinya dianggap kurang reveletan
dengan perubahan dan perkembangan zaman dan tempat.[9]
3. Bukti-Bukti Otentisitas Al-Quran
Al-Quran Al-Karim memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan
sifat.salah satu di antaranya adalah
bahwa ia merupakan kitab yang keotentikannya dijamin oleh Allah, dan ia
adalah kitab yang selalu diperihara.
Demikianlah, Allah menjamin keotentikan Al-Quran, jaminan yang diberikan
atas dasar Kemahakuasaan dan Kemahatahuaan-Nya, serta berkat upaya-upaya yang
di lakukan oleh makhluk-makhluk-Nya,terutama manusia. Dengan jaminan ayat di
atas, setiap Muslim percaya bahwa apa yang dibaca dan didengarkan sebagai
Al-Quran tidak berbeda sedikit pun dengan apa yang pernah dibaca Rasulullah
SAW., dan yang didengar serta dibaca oleh para sahabat Nabi SAW.
Akan tetapi, dapatkah kepercayaan itu didukung oleh bukti-bukti lain ?
Dapatkah bukti-bukti itu meyakinkan manusia, termasuk mereka yang tidak percaya
jaminan Allah di atas ? Tanpa ragu.Untuk menunjukan bukti-bukti otentisitas
Al-Quran dapat digunakan berbagai pendekatan,
yaitu dengan melihat aspek kesejarahannya dan melihat
ciri-ciri dan sifat dari Al-Quran itu sendiri.
2.AS-SUNNAH
Kedudukan As-Sunnah sebagai sumber ajaran Islam, selain didasarkan pada
keterangan ayat-ayat Al-Quran dan hadis, juga didasarkan pada pendapat
kesepakatan para sahabat. Seluruh sahabat sepakat untuk menetapkan wajib
mengikuti hadis, baik pada masa Rasulullah masih hidup maupun setelah beliau
wafat.
Dalam literatur hadis dijumpai
beberapa istilah lain yang menunjukan penyebutan al-hadis, seperti As-Sunnah,
Al-Khabar, dan Al-Atsar . Ketiga istilah tersebut menurut kebayakan
ulama hadis adalah sama dengan terminologi al-hadis,[10]
yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW., baik dalam
bentuk ucapan maupun perbuatan dan ketetapan. Pengertian ini didasarkan pada
pandangan mereka terhadap Nabi sebagai suri teladan yang baik bagi manusia.
1.Pengertian Hadis
Agar tidak membingungkan dan
tidak terjebak dalam kesalahpahaman,ada baiknya dipaparkan dulumakna beberapa
istilah diatas, baik secara etimologi maupun secara terminologi.
Menurut ahli bahasa, Al-Hadis adalah al-jadid (baru), al-khabar
(berita), dan al-qarib (dekat),[11]
Hadis dalam pengertian al-khabar dapat dijumpai di antara dalam surah
Ath-Thur[52] ayat 34, surah Al-Kahfi[18] ayat 06, dan surah Adh-Duha[93] ayat
11.
Dalam pengertian al-hadis secara
istilah atau terminologi, antara ulama hadis dan ulama ushul fiqih terjadi
perbedaan pendapat.Menurut ulama hadis adalah “sesuatu yang disandarkan kepada
Nabi Muhammad SAW., baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir maupun sifat”.Sementara
itu
menurut ulama ushul fiqih bahwa sanya hadis adalah “Segala perkataan,
perbuatan, dan taqrir Nabi SAW, yang berkaitan dengan hukum.”
Al-Khabar secara bahasa
berarti an-naba (berita); sedangkan Al-Atsar berarti pengaruh atau sisa
sesuatu (baqiyat asy-syai). Arti terminologi al-khabar dan al-atsar,
menurut jumhur ulama,memiliki arti yang [12]sama,
yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW., sahabat, dan tabiin.
Umat Islam sepakat bahwa hadis
merupakan sumber ajaran islam kedua setelah Al-Quran. Kesepakatan mereka
didasarkan pada nash, baik yang terdapat dalam Al-Quran maupun hadis.Hadis
dipergunakan apabila tidak ditemukan ketetapan hukum dalam Al-Quran,sedangkan
ijtihad digunakan jika tidak ditemukan ketetapan hukum, baik dalam Al-Quran
maupun hadis.Keberadaan hadis sebagai sumber kedua setelah Al-Quran, selain
ketetapan Allah- yang dipahami dari ayat-ayat-Nya secara tersirat,juga
merupakan ijma (konsensus) seperti terlihat dalam perilaku para sahabat.
Misalnya, penjelasan Utsman bin Affan mengenai etika makan dan cars duduk dalam
shalat, seperti yang dilakukan Nabi Muhammad SAW.,Begitu juga, Umar bin Khathtab
mecium Hajar Aswad, ia berkata,” Engkau adalah batu, jika tidak melihat Rasul
menciummu, aku tidak akan menciummu.” Janji Abu Bakar untuk tidak meninggalkan
atau melanggar perintah Rasul yang ia ikrarkan ketika disumpah (bai’at) menjadi
kha;ifah.12
Sebagai sumber ajaran Islam
kedua, setelah Al-Quran, As-Sunnah memiliki fungsi yang pada intinya sejalan
dengan Al-Quran.Keberadaan As-Sunnah tidak dapat dilepaskan dari adanya
sebagian ayat Al-Quran yang bersifat :
- Global yang memerlukan perincian,
- Umum (menyuluruh) yang menghendaki pengecualian,
- Mutlak (tanpa batas) yang menghendaki pembataan,
- Ada pula isyarat Al-Quran yang mengandung makna lebih dari satu (musytarak) yang menghendaki penetapan makna yang akan dipakai dari dua makna tersebut;Bahkan, terdapat yang secara khusus tidak dijumpai keterangan dalam Al-Quran yang selanjutnya diserahkan kepada Nabi SAW. selain itu, ada pula yang sudah dijelaskan dalam Al-Quran, tetapi hadis memberikan keterangan sehingga masalah tersebut menjadi kuat.
Dalam kaitan ini, hadis befungsi
merinci petunjuk dan isyarat Al-Quran yang bersifat global, pengecuali terhadap
isyarat Al-Quran yang bersifat umum, pembatas terhadap ayat Al-Quran yang
bersifat mutlak, dan pemberi informasi terhadap sesuatu kasus yang tidak
dijumpai di dalam Al-Quran. Dengan posisi demikian, pemahaman Al-Quran dan
pemahaman ajaran Islam yang seutuhnya tidak dapat dilakukan tanpa
mengikutsertakan hadis.
2.Kedudukan Hadis dalam
Syariat Islam
Umat Islam telah mengakui bahwa hadis Nabi SAW. dipakai
sebagai pedoman hidup yang utama setelah Al-Quran. Ajaran-ajaran Islam yang
tidak ditegaskan ketentuan hukumnya, tidak dirinci menurut petunjuk dalil yang
masih utuh, tidak diterangkan secara pengamalannya dan atau dikhususkan menurut
petunjuk ayat yang masih mutlak dalam Al-Quran, hendaknya dicarikan
penyelesaian dalam As-Sunnah atau Al-Hadis. Seandainya usaha ini mengalami
kegagalan, disebabkan ketentuan hukum dan cara pengamalannya yang benar-benar
belum terjadi pada masa Nabi SAW. sehingga memerlukan ijtihad baru untuk
menghindari kekosongan (kevakuman) hukum dan kebekuan beramal, baru dialihkan
untuk mencari pedoman lain yang dibenarkn oleh syariat, baik berupa ijtihad
perseorangan maupun kelompok yang terwujud dalam bentuk ijma ulama atau pedoman
lainya, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa syariat.[13]
Mengapa tingkatan atau kedudukan
As-Sunnah/Hadis berada dibawah Al-Quran ? Asy-Syatibi memberikan argumentasi
bahwa :
1)
Al-Quran diterima secara qath’i (meyakinkan),
sedangkan hadis diterima secara zhanni ,kecuali hadis mutawatir,
Keyakinan kita kepada hadis hanyalah secara global, bukan secara detail
(tafshili), sedangkan Al-Quran, baik secara global maupun secara detail,
diterima secara meyakin[14]kan.
2)
Hadis adakalanya menerangkan sesuatu yang bersifat global
dalam Al-Quran, adakalanya memberi komentar terhdap Al-Quran, adakalanya
membicarakan sesuatu yang belum dibicarakan atau memberi komentar terhadap
Al-Quran, maka sudah tentu keadaanya
(statusnya) tidak sama dengan drazat pokok yang diberi
penjelasan/komentar, yang pokok (Al-Quran) pasti lebih utama daripada yang memberi komentar
(Al-Hadis).
3)
Dalam hadis terdapat petunjuk mengenai hal tersebut,
yakni hadis menduduki posisi kedua setelah
Al-Quran sebagaimana diologi Nabi SAW.dengan Mu’adz bin Jabal.[15]
3.Kehujjahan As-Sunnah/Hadis
Nabi SAW. adalah
seorang Rasul yang ma’shum (terjaga dari segala perbuatan hina, dosa,
dan maksiat), sehingga sunnah-sunnah beliau selalu dipelihara oleh Allah dari
segala apa yang menurunkan citranya sebagai seorang rasul.Dalam Q.S. An—Nam:
3-4 yang artinya : “ Dan tidaklah yang diucapkan itu (Al-Quran) menurut
keinginannya. Tidak lain (Al-Quran itu) adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya.
Sebagian Ulama
meyatakan bahwa ayat tersebut turun berkaitan dengan Al-Quran, bukan As-Sunnah.
Ketika orang-orang kafir mengingkari terhadap Al-Quran sebagai wahyu dan
dianggap sebagai buatan Muhammad SAW.
Allah menurunkan ayat-ayat tersebut sebagai tambahan terhadap pengingkaran mereka
akan kewahyuan Al-Quran.atas dasar itu,ayat-ayat tersebut tidak bisa dijadikan
sebagai landasan bahwa As-Sunnah termasuk wahyu Ilahi.
Namun demikian, alasan ulama tersebut
dibantah oleh ulama yang lainnya,yaitu bahwa walaupun ayat itu diturunkan untuk
membaca Al-Quran, dalam mafhumnya As-sunnah termasuk didalamnya.
Sebagian Ulama mendudukan Nabi
Muhammad SAW,kedalam dua posisi.
Pertama, posisinya
sebagai manusia biasa atau al-basyar (Q.S.Al-Khahfi :110; Fuhshilat;6),
sehingga beliau diperbolehkan melakukan ijjtihad walau tanpa berkonstultasi
dengan firman Allah melalui Wahyu-Nya
Kedua, posisinya sebagai Rasulullah SAW. sehingga apapun
yang di ucapkan, diperbuat, dan ditetapkan,merupakan bagian integral dari wahyu
Allah.
C. SUMBER AJARAN ISLAM SKUNDER
Ijtihad
Ijtihad berasal dari kata ijtihada yang berarti mencurahkan
tenaga dan pikiran atau bekerja semaksimal mungkin. Sedangkan ijtihad sendiri
berarti mencurahkan segala kemampuan berfikir untuk mengeluarkan hukum syar’i
dari dalil-dalil syara, yaitu Alquran dan hadist. Hasil dari ijtihad merupakan
sumber hukum ketiga setelah Alquran dan hadist. Ijtihad dapat dilakukan apabila
ada suatu masalah yang hukumnya tidak terdapat di dalam Alquran maupun hadist,
maka dapat dilakukan ijtihad dengan menggunakan akal pikiran dengan tetap
mengacu pada Alquran dan hadist.
Macam-macam
ijtidah yang dikenal dalam syariat islam, yaitu
:
A.Ijma’,
Ijma yaitu menurut bahasa artinya sepakat, setuju, atau
sependapat. Sedangkan menurut istilah adalah kebulatan pendapat ahli Ijtihad
umat Nabi Muhammad SAW sesudah beliau wafat pada suatu masa, tentang hukum
suatu perkara dengan cara musyawarah. Hasil dari Ijma’ adalah fatwa, yaitu
keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti
seluruh umat.
- Qiyas,
Qiyas
yaitu berarti mengukur sesuatu dengan yang lain dan menyamakannya. Dengan kata
lain Qiyas dapat diartikan pula sebagai suatu upaya untuk membandingkan suatu
perkara dengan perkara lain yang mempunyai pokok masalah atau sebab akibat yang
sama.
Contohnya
adalah pada surat Al isra ayat 23 dikatakan bahwa perkataan ‘ah’, ‘cis’, atau
‘hus’ kepada orang tua tidak diperbolehkan karena dianggap meremehkan atau
menghina, apalagi sampai memukul karena sama-sama menyakiti hati orang tua.
- Istihsan, yaitu suatu proses perpindahan dari suatu Qiyas kepada Qiyas lainnya yang lebih kuat atau mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima untuk mencegah kemudharatan atau dapat diartikan pula menetapkan hukum suatu perkara yang menurut logika dapat dibenarkan.Contohnya, menurut aturan syarak, kita dilarang mengadakan jual beli yang barangnya belum ada saat terjadi akad. Akan tetapi menurut Istihsan, syarak memberikan rukhsah (kemudahan atau keringanan) bahwa jual beli diperbolehkan dengan system pembayaran di awal, sedangkan barangnya dikirim kemudian.
- Mushalat Murshalah, yaitu menurut bahasa berarti kesejahteraan umum. Adapun menurut istilah adalah perkara-perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan manusia.
Contohnya,
dalam Al Quran maupun Hadist tidak terdapat dalil yang memerintahkan untuk
membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan tetapi, hal ini dilakukan oleh umat Islam
demi kemaslahatan umat.
- Sududz Dzariah, yaitu menurut bahasa berarti menutup jalan, sedangkan menurut istilah adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentingan umat.
Contohnya
adalah adanya larangan meminum minuman keras walaupun hanya seteguk, padahal
minum seteguk tidak memabukan. Larangan seperti ini untuk menjaga agar jangan
sampai orang tersebut minum banyak hingga mabuk bahkan menjadi kebiasaan.
- Istishab, yaitu melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan telah ditetapkan di masa lalu hingga ada dalil yang mengubah kedudukan hukum tersebut.
Contohnya,
seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu atau belum. Di saat seperti
ini, ia harus berpegang atau yakin kepada keadaan sebelum berwudhu sehingga ia
harus berwudhu kembali karena shalat tidak sah bila tidak berwudhu.
- Urf, yaitu berupa perbuatan yang dilakukan terus-menerus (adat), baik berupa perkataan maupun perbuatan.
Contohnya
adalah dalam hal jual beli. Si pembeli menyerahkan uang sebagai pembayaran atas
barang yang telah diambilnya tanpa mengadakan ijab kabul karena harga telah
dimaklumi bersama antara penjual dan pembeli.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kesimpulkan Makalah ini adalah bahwa
sumber-sumber ajaran islam terdiri dari ajaran islam primer dan skunder
Primer terdiri dari Al-Qur’an
dan Hadist sedangkan Skunder terdiri Ijtihad
B. SARAN
Kajian tentang makalah SUMBER-SUMBER
AJARAN ISLAM ini akan
memberikan pengetahuan dan wawasan. Hal ini sangat penting agar para pendidik
dapat memahami dan pada giliranya kelak terhadap dinamika pendidikan itu
sendiri. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa dengan pengetahuan
SUMBER-SUMBER AJARAN ISLAM itu
sendiri.
Demikianlah
makalah kami yang berjudul SUMBER-SUMBER AJARAN ISLAM kami
menyadari makalah ini masih banyak kekuranganya, karena itu kritik dan saran
yang sifatnya membangun kami terima. Semoga makalah ini sangat berguna bagikita
semua . Amin
[1]
.Manna Khalil Al-Qaththan, Mabahits
fi ‘Ulum Al-Quran,Maktabah Ma’arif, Riyadh,1981,hlm,20.
[2]
Manna Al-Qaththan, Mabahits fi Ulum
Al-Quran, Mansyurat ‘ Ashr Al-Hadits,Mesir, t.t.hlm. 21.
[3]
Az-Zarqani, Manahil Irfan fi ‘Ulum
Al-Quran, Isa Al-Babi,t.t, Mesir hlm, 21.
[4]
Abdul Wahab Khallaf ,Ilmu Ushul
Al-Fiqih,Al-Majlis Al-Ala Al-Indonesia lil Ad-Daq’wah Al- Islamiyyah,Jakarta,1972,cet.IX, hlm, 23.
[5]
.Muhaimin,dkk, Dimensi-dimensi Studi
Islam, Karya Abditma,surabaya,1994, hlm, 88.
[6]
Ibid., hlm.88.
[7]
.Lihat Subhi Al-Shalih, Membahas
Ilmu-Ilmu Al-Quran,op.cit., hlm. 71, Quraish Shihab,membumikan Al-Quran, Mizan,
Bandung,1992.hlm.71-111.
[8]
.Atang Abd Hakim dan Jaih Mubarak,
Metode Studi Islam, Rosda, Bandung,2004,hlm.71.
[9]
.Muhaimin,op.cit.hlm.91.
[10].Mahmud Thahan,1985,hlm,15-16,dan
Fathurrahman, Ikhtisar Musthalah Al-Hadis, Al-Maarif,Bandung,1974,hlm.28.
[11]
.Muhammad Ajaj Al-Khatib, Ushul
Al-Hadis; Ulumuhu wa Musthalahuh, Dar Al-Fikr,Libanon,1971,hlm.20. dan Endang
Soetari Ad, Ilmu Hadis ,Amal Bakti Press, Bandung, 1984.hlm.1.
[12]
.Ahmad bin Hambal, Musnad Ahmad bin
Hanbal, Maktabah Al-Islami, Beirut,t.th.,hlm.213 dan 378.
[13] .muhaimin,dkk.,op.cit.hlm.135.Prof.DR.Rosihon
Anwar,M.Ag. Pengantar Studi Islam. Bandung.hlm.189.
[15]
.Muhammad Abu Rayyah, Adlwa ala
As-Sunnah Al-Muhammadiyah,Dar al- Ma’arif, Mesir 1957,hlm. 39-40.